Helmintologi adalah
ilmu yang mempelajari khusus tentang cacing. Cacing dalam bahasa ilmiahnya
disebut sebagai Helminthes, berasal dari Bahasa Yunani Helmins atau Helminthos
(Greek) yang secara umum berarti organisme yang tubuhnya memanjang dan lunak.
Dalam perkembangan selanjutnya, bahwa helmintologi juga mempejari tentang
penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh cacing. Oleh karena itu adapula yang
mengatakan bahwa helmintologi masuk dalam ketegori parasitologi, atau ilmu yang
mempelajari tentang penyakit yang disebabkan oleh parasit.
Cacing-cacing
yang menjadi parasit manusia dapat menyebabkan infeksi dan penyakit-penyakit
yang ringan hingga parah, penyakit yang biasa terjadi adalah cacingan yang
dapat mengganggu kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia.
Penyakit kecacingan masih sering dijumpai di seluruh
wilayah Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing ini tergolong
penyakit yang kurang mendapat perhatian, sebab masih sering dianggap sebagai
penyakit yang tidak menimbulkan wabah maupun kematian. Walaupun demikian,
penyakit kecacingan sebenarnya cukup membuat penderitanya mengalami kerugian,
sebab secara perlahan adanya infestasi cacing di dalam tubuh penderita akan
menyebabkan gangguan pada kesehatan mulai yang ringan, sedang sampai berat yang
ditunjukkan sebagai manifestasi klinis diantaranya :
· Berkurangnya
nafsu makan
· Rasa
tidak enak di perut
· Gatal
– gatal
· Alergi
· Anemia
· Kekurangan
gizi
· Pneumonitis
· Syndrome
Loeffler
· dll.
Terjadinya penyakit kecacingan seringkali
dihubungkan dengan kondisi lingkungan penderita, sosio-ekonomi penderita serta
tingkat pendidikan penderita.
Masalah penyakit kecacingan di Indonesia sangat erat
kaitannya dengan iklim dan kebersihan diri perorangan, rumah maupun lingkungan
sekitarnya serta kepadatan penduduk yang tinggi. Pada saat musim hujan, udara
yang lembab, rumah yang berlantai tanah, pengetahuan sanitasi kesehatan yang
rendah merupakan faktor penyebab tingginya
kejadian penyakit kecacingan. Contohnya infeksi oleh nematoda usus biasanya
berkaitan dengan jeleknya hygiene. Infeksi ini selalu ada terutama di daerah
tropis dan subtropis. Serangan cacing dalam jumlah sedikit biasanya
asimptomatis tetapi infeksi yang berat dapat menimbulkan masalah yang serius
terutama pada anak – anak yang biasanya diikuti oleh terhambatnya perkembangan
anak. ( Greenwood D, 2007 ; Brooks GF,2006).
Infeksi parasit Helmint dapat
menimbulkan banyak penyakit yang dapat mengganggu kelangsungan hidup manusia, yang
akan berakibat kesehatan menjadi menurun, kemunduran pertumbuhan fisik dan
perkembangan intelektual yang berdampak terhadap pendidikan, aktivitas
sehari-hari menjadi terganggu, keadaan fisik dan mental terganggu, pertumbuhan
menjadi tidak optimal, sehingga akan menyebabkan kesejahteraan manusia
terganggu. Infeksi parasit ini menyebabkan gangguan kesehatan kronis dengan manifestasi
klinis yang tidak nyata, beberapa penyakit akibat infeksi Helminth tersebut antara
lain :
1. Ascariasis
Merupakan
penyakit endemi c di daerah tropis dan subtropis tetapi secara sporadis dapat
terjadi di seluruh dunia. Penduduk pedesaan dengan kondisi sanitasi yang buruk
mempunyai resiko yang tinggi terhadap infeksi cacing ini. Orang dewasa biasa terinfeksi karena makan sayur mentah
yang terkontaminasi oleh telur cacing ini baik dari feces penderita maupun dari
tanah yang tercemar feces penderita, sedangkan pada anak – anak biasa
terinfeksi dengan jalan tangan ke mulut ( hand to mouth) atau karena kebiasaan
mengulum benda – benda atau mainan yang terkontaminasi telur cacing ini.
Pemakaian sepatu dan sistim pembuangan feces yang memenuhi syarat menurunkan
tingkat infeksi.
Gejala klinik pada ascariasis dapat ditimbulkan oleh
cacing dewasa maupun larva :
·
Mual serta sakit perut yang tidak nyata
·
Menimbulkan rasa tidak enak di perut
·
Peritonitis
·
Menyebabkan sumbatan pada lumen usus
·
Oedema muka
·
Uticaria
·
Nafsu makan menurun
·
Eosinofili dan alergi berupa urticaria
·
Gejala infiltrasi paru
·
Sindroma Lofflers
·
endophthalmitis, meningitis
·
Encephalitis
·
Pucat lesu
·
Kurus akibat defisiensi gizi dan anemia.
·
Dll, (Joklik WK, 1992 ; Natadisastra D
dan Agoes R, 2009 ; Neva A and Brown HW, 1994)
2. Infeksi
cacing tambang
Gejala infeksi cacing tambang dapat disebabkan oleh
larva maupun cacing dewasa. Pada saat larva menembus kulit terbentuk
maculopapula dan erithema yang sering disertai rasa gatal (ground itch).
Migrasi larva ke paru dapat menimbulkan bronchitis atau pneumonitis. Cacing
dewasa yang melekat dan melukai mukosa usus akan menimbulkan perasaan tidak
enak di perut, mual dan diare. Seekor cacing dewasa mengisap darah 0,2 – 0,3
ml/hari, sehingga dapat menimbulkan anemia progresif, hypokromik, mikrositer,
type efisiensi besi. Biasanya gejala klinik timbul setelah tampak adanya anemi,
pada infeksi berat, haemoglobin dapat turun hingga 2 gr %, sesak nafas, lemah
dan pusing kepala. Kelemahan jantung dapat terjadi karena perubahan pada
jantung yang berupa hypertropi, bising katub serta nadi cepat. Infeksi pada
anak dapat Insiden kecacingan akibat cacing tambang cukup tinggi di Indonesia,
kasus penyakit ini banyak ditemukan di daerah pedesaan, khususnya pada pekerja
di daerah perkebunan yang kontak langsung dengan tanah. Penyebaran infeksi
cacing tambang ini berhubungan erat dengan kebiasaan Buang Air Besar di tanah.
Kondisi tanah yang gembur , berpasir dan temperature sekitar 23 - 32°C
merupakan tempat yang paling sesuai untuk pertumbuhan larvanya. (Onggowaluyo
JS, 2001)
3. Strongylidiasis
Infeksi yang ringan biasanya tidak menimbulkan gejala,
pada infeksi sedang cacing dewasa betina yang bersarang dalam mukosa duodenum
menyebabkan perasaan terbakar, menusuk-nusuk di daerah epigastrium, disertai
rasa mual , muntah, diare bergantian dengan konstipasi. Pada infeksi berat dan
kronis mengakibatkan berat badan turun, anemi, disentri menahun serta demam
ringan yang disebabkan infeksi bakteri sekunder pada lesi usus. Kematian dapat
terjadi akibat bersarangnya cacing betina di hampir seluruh epithel usus,
meliputi daerah lambung sampai ke daerah colon bagian distal yang disertai
infeksi sekunder bakteri. (Natadisastra D dan Agoes R, 2009)
4. Trichuriasis
Paling
sering menyerang anak usia 1 – 5 tahun, infeksi ringan biasanya tanpa gejala.
Pada infeksi berat, cacing tersebar ke seluruh colon dan rectum kadang-kadang
terlihat pada mucosa rectum yang
prolaps. Infeksi kronis dan sangat berat menunjukkan gejala-gejala anemia
berat, Hb rendah sekali dapat mencapai 3 gr%, karena seekor cacing setiap hari
menghisap darah 0,005 cc, diare dengan feses sedikit dan mengandung sedikit
darah, sakit perut, mual, muntah serta berat badan menurun, kadang-kadang
disertai prolapsus recti. (Joklik WK, 1992 ; Natadisastra D dan Agoes R, 2009 ;
Neva A and Brown HW, 1994)
5. Oxyuriasis
Gejala
terpenting ialah pruritis ani dan vulva. Anak sering menangis dimalam hari
karena lubang anusnya gatal.
6. Filariasis
Cacing
dewasa dalam pembuluh limfe menyebabkan proliferasi endotel. Infiltrasi
eosinofil, makrofag, limfosit, dan sel-sel raksasa yang menimbulkan obstruksi,
infeksi sekunder, fibrosis dan kalsifikasi. Akibatnya terjadi :
·
Elefantiasi
·
Limfangitis akut
·
Abses paha
·
Hidrokel, dll.
7. Fasciolasis
Perjalanan
cacing imatur melewati hati dapat menimbulkan iritasi mekanik dan toksik dengan
toksemia nekrosis dan fibrosis sekunder. Perkembangan dalam saluran empedu
menimbulkan perbesaran kialik, hiperplasia endotel dan adenomata, infiltrasi
radang sekunder yang menimbulkan fibrosis dan kolangitis. Dapat terjadi infeksi
sekunder bakteri yang menimbulkan abses, eosinifilia jelas. Cacing dapat
dijumpai ektopik di paru, otak, mata, dsb.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENYAKIT KECACINGAN
Sampai saat ini kejadian penyakit kecacingan
akibat infeksi nematoda usus golongan Soil-Transmitted helminth masih cukup
tinggi. Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor yang menunjang, seperti :
1) Perilaku
Buang Air Besar tidak pada jamban menyebabkan terjadinya pencemaran tanah oleh
telur cacing cacing tambang sehingga meningkatkan resiko terinfeksi terutama
pada orang atau anak – anak yang tidak memakai alas kaki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang
tinggal pada lingkungan rumah dengan tanah halaman terkontaminasi telur cacing
tambang memiliki resiko terinfeksi larva cacing tambang sebesar 13,0 kali lebih
besar dibanding anak yang tinggal pada lingkungan rumah tanpa kontaminasi telur
cacing tambang. (Sumanto D,2010)
2) Anak
yang tinggal dalam keluarga yang memiliki kebiasaan defekasi di kebun dan
tempat lain halaman rumah, beresiko terinfeksi cacing tambang 4,3 kali lebih
besar disbanding anak yang tinggal dengan keluarga yang memiliki kebiasaan
defekasi di jamban. (Sumanto D, 2010)
3) Sanitasi
rumah merupakan faktor resiko kejadian infeksi cacing tambang, anak yang tinggal
dalam rumah dengan sanitasi yang buruk beresiko sebesar 3,5 kali lebih
besar terinfeksi cacing tambang
dibandingkan dengan anak yang tinggal dalam rumah dengan sanitasi yang baik.
(Sumanto D, 2010)
4) Anak
yang mempunyai kebiasaan tidak memakai alas kaki beresiko terinfeksi cacing
tambang 3,29 kali lebih besar dibanding anak yang mempunyai kebiasan memakai
alas kaki dalam aktifitasnya sehari-hari.(Sumanto D, 2010)
5) Anak
yang mepunyai kebiasaan bermain dalam waktu yang lama di tanah, beresiko
terinfeksi cacing tambang 5,2 kali lebih besar disbanding anak yang hanya
sebentar bermain di tanah dalam sehari. (Sumanto D, 2010)
6) Faktor
iklim misalnya temperatur, kelembaban, curah hujan, mungkin merupakan faktor
penting prevalensi infeksi Soil-Transmitted Helminth di Bali. Tingkat
pendidikan yang rendah, hygiene pribadi dan lingkungan yang buruk , sosio
ekonomi yang rendah dan perilaku juga merupakan faktor lain yang berpengaruh.
(Wijana DP and Sitisna P, 2000)
7) Di
Negara kaya dan maju banyak penyakit parasit yang dapat diberantas, sebaliknya
pada Negara miskin dan terbelakang memperlihatkan prevalensi parasit yang lebih
tinggi. (Onggowaluyo JS,2001)
KESIMPULAN
Infeksi
akibat parasit Helminth dapat menurunkan kesejahteraan manusia, terutama
manusia yang berada pada lingkungan yang tidak menjaga kebersihan, sanitasi
tidak baik, sering buang air besar sembarangan, tempat tinggal kumuh, memasak
makanan dengan kurang baik, kalangan ekonomi rendah dan kurang pengetahuan
tentang menularan infeksi cacing. Dapat pula menyebabkan gangguan pertumbuhan,
status gizi yang buruk dan daya kognitif yang rendah pada anak (Bundy dkk,
2002).
Selain
itu faktor iklim, tingkat pendidikan dan sosio-ekonomi juga mempengaruhi
tejadinya infeksi cacing, contohnya negara Indonesia merupakan daerah beriklim
tropis dengan kelembaban yang tinggi serta suhu yang menunjang perkembangan
biakan larva maupun telur cacing. Tingkat pendidikan, penduduk Indonesia
sebagian besar masih tinggal di desa-desa dengan tingkat pendidikan yang
rendah, sehingga pengertian terhadap kebersihan pribadi dan kesehatan pribadi
serta lingkungan sangatlah rendah, misalnya kebiasaan buang besar di sembarang
tempat (ditanah), tidak menggunakan alas kaki dalam kegiatan sehari-hari di
luar rumah dan sering sekali tidak mencuci tangan sebelum makan. Sosio-ekonomi,
sebagian besar masyarakat Indonesia, berpenghasilan rendah, hal ini menyebabkan
ketidakmampuan masyarakat untuk menyediakan sanitasi perorangan maupun
lingkungan akibatnya banyak terjadi infeksi seperti ascariasis, trichuriasis,
oxyuriasis, dll.
Supaya
infeksi parasit ini dapat menurun cara yang tepat untuk menanggulangi dan
memberantas parasit adalah dengan cara :
·
Memutus lingkaran hidup cacing
·
Mengobati penderita dan Pengobatan masal
secara periodik
·
Perbaikan kesehatan lingkungan
·
Penyuluhan kesehatan masyarakat
·
Memperbaiki cara dan sarana pembuangan
feses
·
Mencegah kontaminasi tangan dan juga
makanan dengan tanah dengan cara cuci bersih sebelum makan
·
Mencuci dan memasak sayur-sayuran dengan
baik,
·
Menghindari pemakaian feses sebagai
pupuk
sehingga
masyarakat akan lebih sehat, lingkungan menjadi bersih dan kesejahteraan
manusia kembali membaik.
DAFTAR PUSTAKA
Palgunadi, Bagus Uda. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kejadian kecacingan yang disebabkan oleh soil-transmitted
helminth di Indonesia. Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya
Safar, Rosdiana. 2010. Parasitologi
Kedokteran edisi khusus. Bandung : Yrama Widya
Sumanto D. 2010. Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang pada Anak Sekolah (Studi Kasus
Kontrol di Desa Rejosari, Karangawen, Demak. Tesis.Program Studi Magister
Epidemiologi Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2333486-helmintologi/
diakses pada hari Minggu, 12 Mei 2013, pukul 10.00 WIB
http://www.forumbebas.com/thread-98100.html
diakses pada hari Minggu, 12 Mei 2013, pukul 10.15 WIB
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16639/4/Chapter%20II.pdf
diakses pada hari Minggu, 12 Mei 2013, pukul 10.18 WIB
2 komentar:
mengerikan!
terimakasih untuk informasinya sangat membantu
Posting Komentar